Selasa, 08 Januari 2013

pendidikan matematika (geometri analitik)

jika ingin mendalami ilmu matematika lebih dalam klik disini

pendidikan pancasila



PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN















Makalah

Disusun dan diajukan sebagai tugas individu
Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu : Suwarjono.MPd.



Disusun oleh:

                     SEKHU AMANNULLOH (4030018)





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) ISLAM
BUMIAYU
2012/201

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.
Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan.
 Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.

I.2. Tujuan
      Tujuan Pembuatan makalah ini dilaksanakan oleh para mahasiswa yang memiliki tujuan dan maksud tertentu.
Adapun tujuan kami ialah :
1. Menuntaskan tugas mata kuliah Pancasila
2. Mahasiswa/I dapat mengetahui makna dan hakikat Pembangunan Nasional berlandaskan Pancasila.
3. Mahasiswa/i dapat memahami tujuan Nasional.
4. Lebih berkompetensi di pelajaran mata kuliah Pancasila.
5. Sebagai sarana yang lebih baik.
6. Melatih diri agar berani mengemukakan hasil pembelajaran.
Demikianlah tujuan – tujuan yang igin kami capai dalam pembuatan makalah Pancasila sebagai Paradigma  ini dan semoga semuanya dapat tercapai.










BAB II
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
II.1. Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure Of Scientific Revolution”, paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigm sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.
II.2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan IPTEK
     Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya merupakan hasil kreatifitas rohani (jiwa) manusia. Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang diciptakan Tuhan YME.
     Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak bebas nilai, namun terikat nilai – nilai. Pancasila telah memberikan dasar nilai – nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
     Dengan memasuki kawasan IPTEK yang diletakan diatas Pancasila sebagai paradigmanya, perlu difahami dasar dan arah peranannya, yaitu :
1.    Aspek ontology
Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai :
       -  Sebagai masyarakat, menunjukkan adanya suatu academic community yang dalam hidup keseharian para warganya untuk terus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
        -    Sebagai proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.
-          Sebagai produuk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya – karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik ataupun non-fisik.
   2. Aspek Epistemologi, bahwa pancasila dengan nilai–nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir.
    3. Aspek Askiologi, dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila sebagai metode berpikir, maka kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan ideal dari pancasila dan secara posiitif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.
Hubungan antara pancasila dengan ilmu pengetahuan tidak dapat lagi dittempatkan secara dikhotomi saling bertentangan, pancasila tanpa disertai sikap kritis ilmu pengetahuan, akan menjadikan pancasila itu sebagai suatu yang refressif dan contra produktif. Sebaliknya ilmu pengetahuan tanpa didasari dan diarahkan oleh nilai-nilai pancasila akan kehilangan arah konstruktifnya dan terdistori mennjadi suatu yang akan melahirkan akibat-akibat fatal bagi kehidupan manusia.
II.3. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Poleksosbudhankam
     Pembangunan nasional dirinci diberbagai bidang antara lain politok, ekonomi, social budaya, pertahanan dan keamanan yang penjabarannya tertuang pada GBHN. Pembangunan yang sifatnya humanitis dan pragmatis harus mendasarkan pada hakekat manusia sebagai pelaksana sekaligus tujuan pembangunan, sebagai pengembangan Poleksosbudhankam, maka pembangunan pada hakekatnya membangun manusia secara utuh, secara lengkap, meliputi seluruh unsure hakekat manusia yang monopluralis.
1.    Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Pancasila sebagai paradIgma pembangunan politik, artinya bahwa nilai-nilai pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia diimplementasikan sebagai berikut :
•    Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya agama dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
•    Mendahulukan kepentingan rakyat/demokrasi dalam pengambilan keputusan.
•    Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan perioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan bangsa.
•    Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.
•    Nilai-nilai kejujuran, toleransi harus bersumber pada nilai-nilai ketuhanan YME.
     2. Pancasil sebagai paradigm pembangunan bidang ekonomi
Diartikan sebagai pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja, tetapi demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa, didasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Menurut Mubyarto, pengembangan ekonomi tidak bias dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan, ekonomoi kerakyatan yaitu ekonomi yang humanistic dengan mendasar pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas.
Tujuan ekonomi untuk memmenuhi kebutuhan manusia agar lebih sejahtera, maka ekonomi harus menghindarkan diri dari persaingan bebas, dari monopoli, ekonomi harus menghindari yang menimbulkan penderitaan manusia dan yang menimbulkan penindasan manusia satu dengan yang lain.
    3. Pancasila sebagai paradigm pembangunan bidang sosial budaya
Mengandung pengertian bahwa pancasila adalah etos budaya persatuan dalam masyarakat majemuk. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 45 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi perioritas, karena kebudayaan nasional diperlukan sebagai landasan atau media sosial yang memperkuat persatuan.
Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam dari seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
       4. Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang Hankam
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
II.4. Pancasila sebagai Paradigma Pembaharuan Hukum dan Pengembanggan HAM
Produk hukum baik materi maupun penegakkannya semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan. Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berfikir, sumber nilai dan sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif di Indonesia, sehi Indonesia, sehinggga fungsi pancasila sebagai paradigma hukum atau berbagai pembaharuan hukum di Indonesia.
Produk hukum dapat berubah dan diubah sesuai perkembangan zaman, perkembangan iptek dan perkembangan aspirasi rakyat, namun sumber nilai (nilai – nilai Pancasila) harus tetap tidak beru harus tetap tidak berubah.
Pancasila sebagai paradigm pembaharuan hukum merupakan sumber norma dan sumber nilai, bersifat dinamik nyata ada dalam masyarakat, baik menyangkut aspirasinya, kemajuan peradabannya maupun kemajuan ipteknya.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, didalam konsideransinya yang dimaksud HAM ialah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Lebih lanjut UU tersebut menegaskan, demi tegaknya hak asasi manusia, maka semua bentuk pelanggaran HAM yang dapat diilakukan oleh perorangan, kelompok yang termasuk penguasa Negara dan aparat Negara baik yang disengaja maupun tidak sengaja harus dihindari.



BAB III
AKTUALISASI PANCASILA
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi obyektif dan subyektif. Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antara lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya.
Adapun aktualisasi Pancasila subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat. Aktualisasi yang subyektif tersebuttidak terkecuali baik warga negara biasa, aparat penyelenggara negara, penguasanegara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri agarmemiliki moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.











BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
   Dari pembahasan diatas, dapat kami simpulkan bahwa pembangunan yang didasarkan pada nilai – nilai Pancasila diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek kebutuhan.
IV.2 Saran
Adapun saran yang bisa kami paparkan dari makalah ini yaitu sebaiknya kita lebih mempelajari dan memahami pancasila lebih dalam lagi agar kita tidak menyimpang dari nilai – nilai pancasila yang merupakan asas Indonesia.

Senin, 07 Januari 2013

untuk guru dan peserta didik yang ingin mengetahui materi statisitika klik disini

BIOLOGI

                                                           MAKALAH BIOLOGI

  SISTEM REPRODUKSI VEGETATIF TUMBUHAN DAN REPRODUKSI

 GENERATIF PADA     TUMBUHAN  GYMNOSPERMAE DAN ANGIOSPERMAE

BESERTA PENYERBUKAN DAN PEMENCARANNYA



 Pembimbing :

Disusun oleh :






                                                       SEKOLAH


                               SISTEM REPRODUKSI VEGETATIF TUMBUHAN DAN
                                     REPRODUKSI GENERATIF PADA TUMBUHAN
                                       GYMNOSPERMAE DAN ANGIOSPERMAE
                              BESERTA PENYERBUKAN DAN PEMENCARANNYA

A.    Reproduksi Aseksual / Vegetatif
Dibagi menjadi 2 :
1.    Reproduksi aseksual alami seperti :
a)    Pembentukan spora, dimulai dari pembelahan sel pada bagian tertentu dari tumbuhan.
Contoh : lumut dan tumbuhan paku.
b)    Fragmentasi
Reproduksi dengan fragmentasi berarti melepaskan sebagian dari tubuhnya untuk tumbuh menjadi individu baru.
c)    Pembentukan tunas, pada dasarnya juga dimulai dari pembelahan sel pada bagian jaringan embrional atau meristematis, dll.
2.    Reproduksi aseksual buatan seperti :
Menyetek, mencangkok dan merunduk yang merupakan cara pembiakan yang melibatkan satu individu tumbuhan. Sedangkan menyambung dan menempel melibatkan 2 individu tumbuhan.

B.    Reproduksi Seksual / Generatif
Proses reproduksi seksual memerlukan gamet jantan dan betina. Proses perkawinan tumbuhan berbiji diawali oleh proses penyerbukan dan dilanjutkan dengan proses pembuahan.
1.    Penyerbukan pada tumbuhan biji terbuka (gymnospermae) adalah menempelnya serbuk sari ke mikrofil (liang bakal biji). Dan terjadi pembuahan tunggal.
Alat reproduksi gymnospermae berupa strobilus jantan dan strobilus betina.
Proses penyerbukan pada gymnospermae umumnya dibantu oleh angin. Contoh tumbuhan berbiji terbuka ini antara lain :
Melinjo, pinus, damar, pakis haji dan cycas.
•    Manfaat gymnospermae
a.    Bahan makanan, misalnya : biji melinjo
b.    Bahan industri kertas, misalnya : batang pinus dan batang melinjo
c.    Bahan obat-obatan, misalnya juniper dan pinus
d.    Bahan terpentin dan plister, misalnya : tusam/pinus
e.    Bahan damar, misalnya : pohon damar

2.    Penyerbukan pada tumbuhan biji tertutup (angiospermae)
Adalah menempelnya serbuk sari ke kepala putik dan terjadi pembuahan ganda.
Alat perkembangbiakan angiospermae adalah bunga. Bunga meliputi berdasarkan perhiasan bunga dan alat kelamin bunga.
a.    Perhiasan bunga meliputi kelopak dan mahkota bunga.
b.    Alat kelamin bunga (alat perkembangbiakan)
Bagian sebelah dalam dari lingkaran perhiasan bunga adalah alat kelamin bunga. Bagian alat kelamin bunga terdiri dari benang sari sebagai alat pembiakan jantan dan putik sebagai alat pembiakan betina. Benang sari berada pada lingkaran sebelah luar dari putik.

Berdasarkan kelengkapan bagian bunga :
a.    Bunga lengkap adalah bunga yang mempunyai kelopak, mahkota, benang sari dan putik.
Misal : bunga sepatu, cabai, kecubung, mawar, melati, dan jeruk.
b.    Bunga tidak lengkap adalah bunga yang tidak mempunyai salah satu atau beberapa bagian bunga baik perhiasan maupun alat kelamin.
Berdasarkan kelengkapan alat kelamin :
a.    Bunga sempurna
b.    Bunga tidak sempurna

Berdasarkan jumlah keping bijinya pada saat tumbuhan berkecambah, tumbuhan berbiji tertutup dikelompokkan menjadi 2 :
a.    Tumbuhan berkeping dua (dikotiledonea atau dikotil), jika tumbuhan memiliki dua keping biji bila berkecambah.
Ciri-ciri :
-    Memiliki sistem perakaran berupa akar tunggang
-    Pertulangan daun menjala dengan ibu tulang daun menyirip atau mengari
-    Memiliki bagian-bagian bunga 4 – 5 atau kelipatannya
-    Bila biji berkecambah memiliki dua daun lembaya

b.    Tumbuhan berkeping satu (monokotiledonea atau monokotil), jika tumbuhan memiliki satu keping biji bila berkecambah.
Ciri-ciri :
-    Memiliki sistem perakaran berupa akar serabut
-    Pertulangan daun sejajar atau melengkung
-    Memiliki bagian-bagian bunga 3 atau kelipatannya
-    Bila biji berkecambah memiliki satu daun lembaya

Contoh tumbuhan angiospermae antara lain :
Jambu, mangga, padi, jagung, pandan, bambu, rambutan, dan teratai.

C.    Penyerbukan
Penyerbukan atau polinasi merupakan proses awal sebelum terjadinya pembuahan. Pada angiospermae, penyerbukan adalah proses melekatnya serbuk sari di kepala putik, sedangkan pada gymnospermae merupakan peristiwa melekatnya serbuk sari pada bala biji.
1.    Macam-macam penyerbukan
Macam penyerbukan dapat dibedakan berdasarkan asal serbuk sari dan faktor yang membantu proses penyerbukan.
(a)    Penyerbukan berdasarkan asal serbuk sari
Serbuk sari dapat berasal dari beberapa sumber. Berdasarkan asal serbuk sari, penyerbukan pada tumbuhan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
(1)    Otogami
Otogami merupakan proses penyerbukan oleh serbuk sari yang berasal dari bunga yang sama (satu bunga). Pada saat otogami, dapat saja terjadi beberapa gangguan yang menghalangi pertemuan antara serbuk sari dan putik. Berikut ini beberapa istilah atau bentuk gangguan yang menghalangi penyerbukan.
a.    Protandri, yaitu peristiwa serbuk sari yang matang lebih dulu dari pada putik
b.    Protagini, yaitu peristiwa putik yang matang lebih dulu daripada serbuk sari
c.    Serbuk sari tidak dapat sampai di kepala putik
(2)    Kleistogami
Kleistogami merupakan bagian dari otogami yang terjadi pada saat bunga belum mekar.
(3)    Geistonogami
Geistonogami merupakan proses penyerbukan oleh serbuk sari yang berasal dari bunga lain, tetapi masih dalam satu individu. Geistonogami disebut juga penyerbukan tetangga.

(4)    Alogami
Alogami atau xenogami merupakan proses penyerbukan oleh serbuk sari yang berasal dari individu lain, namun masih dalam satu jenis. Alogami disebut juga penyerbukan silang.
(5)    Penyerbukan bastar (hibridogami)
Penyerbukan bastar terjadi jika serbuk sari berasal dari bunga pada tumbuhan lain yang berbeda jenisnya, atau sekurang-kurangnya mempunyai satu sifat berbeda.
Macam bastar :
a.    Bastar antar kultivar (varietas). Contohnya antara mangga golek dengan mangga gadung.
b.    Bastar antar jenis (spesies). Contoh antara mangga dengan kweni.
c.    Bastar antar mangga (genus). Contoh cabai dengan terong.

D.    Pemencaran Tumbuhan
1.    Pemencaran tumbuhan tanpa bantuan faktor luar
Pemencaran alat perkembangbiakan tanpa bantuan faktor luar pada umumnya tidak memungkinkan terjadi penyebaran secara luas. Beberapa cara reproduksi memungkinkan bantuan memencar antara lain dengan stolon (geragih), rizoma (rimpang), umbi lapis dan umbi batang.
Di samping itu pemencaran tumbuhan dapat disebabkan oleh gerak higroskopis. Gerak higroskopis merupakan gerak yang disebabkan oleh perubahan air.

2.    Pemencaran tumbuhan dengan bantuan faktor luar
Dapat dibedakan menjadi 4 :
a.    Anemokori
Adalah pemencaran tumbuhan dengan bantuan angin. Pemencaran dengan bantuan angin dapat menjangkau daerah yang luas.
Beberapa ciri tumbuhan anemokori adalah sebagai berikut :
1)    Biji kecil dan ringan
2)    Buah dan biji bersayap
3)    Buah dan biji berbulu

b.    Hidrokori
Adalah pemencaran alat perkembangbiakan dengan bantuan air. Contoh : enceng gondok yaitu dengan tunas-tunas yang memisahkan diri dari induknya.
Ciri-ciri jenis tumbuhan ini adalah mempunyai buah yang kulit buahnya tersusun oleh 3 lapis yaitu :
1)    Lapisan eksokarp yaitu lapisan terluar yang tipis, namun kuat dan mengkilap.
2)    Lapisan mesokarp yaitu lapisan tengah yang paling tebal.
3)    Lapisan endocarp yaitu lapisan paling dalam yang kuat dan keras.
Contohnya : tumbuhan kelapa dan nyamplung.

c.    Zookori
Adalah pemencaran alat perkembangbiakan dengan bantuan hewan.
Berdasarkan jenis hewan yang membantu penyebarannya, zookori dibedakan menjadi 4 macam :
1)    Entomokori yaitu pemencaran alat perkembangbiakan dengan bantuan serangga, misal : tumbuhan bakau.
2)    Ornitokori yaitu pemencaran alat perkembangbiakan dengan bantuan burung. Misal : beringin dan benalu.
3)    Kiroptekori yaitu pemencaran alat perkembangbiakan dengan bantuan kelelawar. Misal : tumbuhan jambu biji.
4)    Mamokori yaitu pemencaran alat perkembangbiakan dengan bantuan mamalia. Misal : kopi, trembesi dan aren.

d.    Antropokori
Adalah pemencaran alat perkembangbiakan dengan bantuan manusia. Bantuan itu dapat terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja. Bantuan manusia yang dilakukan secara sengaja karena tumbuhan yang bersangkutan mendatangkan keuntungan atau bernilai ekonomi bagi manusia. Contoh : kopi, cengkeh, kelapa, karet, padi, jagung, dll. Sedangkan yang tidak disengaja biasanya terjadi karena tumbuhan yang bersangkutan memiliki alat perekat pada buah atau biji yang mudah menempel pada pakaian.
Contohnya : rumput, jarum.

DAFTAR PUSTAKA


Penerbit Erlangga.
Campbell, N. A. 1993. Biology, Third Edition. Benjamin Cummings Publishing Company, Inc. Redwood City.
Solomon et. Al. 2005. Biology, Seventh Edition. Thomson Publishing.
Pickering, W. R. 1994. Advanced Biology Revision Handbook. Oxford University Press.
Diktat Biologi Kurikulum Berbasis Kompetensi SLTP Kelas 1. Yudhistira.
Burnie, D. 2000. Jendela Iptek. Kehidupan. Jakarta : Balai Pustaka.
Goodman, A. 1996. Kamus Sains Bergambar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University.

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu dengan pendidikan dapat diwujudkan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga terpeliharanya kelangsungan pembangunan untuk menuju kejayaan, keluar dari kebodohan dan kemiskinan. Dengan demikian pendidikan mutlak dilaksanakan, ditumbuhkan dan dikembangkan.
Sehubungan dengan cita-cita tersebut pemerintah telah merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3 yang bunyinya: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Untuk mencapai fungsi dan tujuan itu salah satu unsur yang tidak dapat ditinggalkan adalah peran serta masyarakat. Bukan saja fungsi dan tujuan pendidikan yang lambat tercapai, mutu pendidikanpun tidak sesuai dengan yang dinginkan apabila tidak adanya peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat menjadi penting karena pendidikan merupan kegiatan yang berlangsung di tengah masyarakat itu sendiri, bahkan dilakukan oleh masyarakat dan dimanfaatkan pula oleh masyarakat. Dapat pula dikatakan bahwa berhasil atau tidaknya pendidikan dapat dipengaruhi oleh masyarakat dan hasil pendidikan akan mempengaruhi masyarakat. Pengaruh masyarakat terhadap pendidikan tidak saja terhadap lembaga pendidikaan saja, tetapi juga terhadap individu perserta didik (Bimo Walgito, 1977:49). Berarti pendidikan dan masayarakat merupakan suatu pertalian yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan berasal dari masyarakat dan masyarakat berasal dari pendidikan.
Pendidikan atau sekolah mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat karena saling membutuhkan satu sama lain (Made Pidarta, 2007:182). Dengan demikian pendidikan mempunyai kepentingan terhadap masyarakat dan masyarakat mempunyai kepentingan terhadap pendidikan. Selain berkepentingan terhadap hasil pendidikan, masyarakat juga berkepentingan terhadap lembaga pendidikan seperti sekolah yang merupakan tempat untuk mewariskan kebudayaan masyarakat kepada anak (Abu Ahmadi, 2004:186). Selain itu selama ini peran serta masyarakat terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan hanya terbatas pada dukungan dana, padahal peran serta mereka sangat penting di dalam proses-proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas (Wildan Najin Fiddin, 2008:1). Jadi untuk memajukan pendidikan, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan.

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi permasalahan adalah apa ruang lingkup peran serta masyarakat dalam pendidikan ?

C. Tujuan

Mengetahui ruang lingkup peran serta masyarakat dalam pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Peran Serta dan Masyarakat

Resbin L. Sihite (2007:16) mengemukakan bahwa peran serta adalah berbagai aktivitas yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam suatu program atau kegiatan tertentu, sehingga bermakna dalam pencapaian tujuan. Menurutnya wujud dari peran serta yang diberikan dapat berupa pemikiran, tindakan, sumbangan dana atau barang yang berguna bagi program ataupun pencapaian tujuan. Ia juga mengemukakan pengertian masyarakat sebagai sekelompok orang yang hidup dalam daerah khusus.
Yusufhadi Miarso (2004:706) menggunakan istilah partisipasi untuk mengatakan peran serta. Partisipasi menurutnya merupakan hal turut serta dalam suatu kegiatan. Pengertian masyarakat menurutnya adalah kumpulan individu yang menjalin kehidupan bersama sebagai suatu kesatuan yang besar, yang saling membutuhkan, memiliki ciri-ciri yang sama sebagai kelompok.
Istilah masyarakat dalam UU No.20 Tahun 2003 diartikan sebagai kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan adalah aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan tujuan untuk memajukan pendidikan dengan cara-cara tertentu. Kelompok orang yang dimaksud dapat berupa masyarakat yang berhubungan langsung dengan pendidikan seperti orang tua siswa yang tergabung dalam komite sekolah, masyarakat luas yang tergabung dalam dewan pendidikan, dunia usaha seperti badan-badan usaha yang dapat berpartisipasi dalam program Manajemen Berbasis Sekolah, penyelenggara pendidikan nonpemerintah, dan sebagainya.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan, sedangkan Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua atau wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

B. Ruang Lingkup Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan

Resbin L. Sihite (2007:15) mengemukakan tujuh peran serta masyarakat dalam pendidikan yaitu:
1.    1. Sebagai sumber pendidikan
2.    Sebagai pelaku pendidikan
3.    Pelaksana pendidikan
4.    Pengguna hasil pendidikan
5.    Perencanaan pendidikan
6.    Pengawasan pendidikan
7.    Evaluasi program pendidikan.
Sedangkan Umar Tirtarahardja dan La Sulo (2005:179) mengemukakan kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, mempunyai peran dan fungsi edukatif, dan masyarakat sebagai sumber belajar.
Dua pendapat tadi menggambarkan lingkup peran serta masyarakat secara menyeluruh mulai dari perencanaan sampai evaluasi. Nampak bahwa masyarakat dan pendidikan saling berkaitan dan saling topang. Sehingga keberhasilan pendidikan bukan saja menjadi tanggung jawab penyelenggara pendidikan saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dan pemerintah terjun langsung ke tengah-tengah dunia pendidikan atau dapat dikatakan masyarakat turut berpartisipasi dalam pendidikan dan pemerintah memberikan dorongan berupa peraturan atau perundang-undangan.

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan dikemukakan oleh Yusufhadi Miarso (2004:709) bertujuan untuk:
1.    Terbentuknya kesadaran masyarakat tentang adanya tanggung jawab bersama dalam pendidikan.
2.    Terselenggaranya kerja sama yang saling menguntungkan (memberi dan menerima) antara semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan.
3.    Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya, meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan seperti dana, fasilitas, dan peraturan-peraturan termasuk perundang-undangan.
4.    Meningkatkan kinerja sekolah yang berarti pula meningkatnya produktivitas, kesempatan memperoleh pendidikan, keserasian proses dan hasil pendidikan sesuai dengan kondisi anak didik dan lingkungan, serta komitmen dari para pelaksana pendidikan.
Begitu pentingnya peran serta msyarakat atau partisipasi masyarakat ini, maka UU No. 20 Tahun 2003 begitu banyak mengemukakan hal tersebut, yaitu sebagai berikut.
1.    Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan, logika, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (Bab III, pasal 4 ayat 6)
2.    Setiap warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. (Bab IV, pasal 6 ayat 2)
3.    Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. (Bab IV, pasal 6 ayat 7)
4.    Masyarakat berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. (Bab IV, pasal 6 ayat 8)
5.    Masyaraakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. (Bab IV, pasal 6 ayat 9)
6.    Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (Bab XV pasal 54 ayat 1)
7.    Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.(Bab XV pasal 54 ayat 2)
8.    Ketentuan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud poin 6 dan 7 diatur dengan peraturan pemerintah. (Bab XV pasal 54 ayat 3)
9.    Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat (Bab XV Bagian II pasal 55 ayat 1-5)
Selain peraturan atau UU seperti di atas sebetulnya peran serta masyarakat dalam pendidikan sudah merupakan tradisi budaya. Norma adat sebetulnya lebih kuat dari pada kebiasaan atau norma lainnya. Beberapa norma sosial yang dapat diidentifikasi dan hidup di lingkungan masyarakat bangsa Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh dunia pendidikan adalah sebagai berikut (Yusufhadi Miarso, 2004:71).
1.    Musyawarah dan mufakat
2.    Gotong royong
3.    Kebersamaan
4.    Kepatuhan
5.    Tenggang rasa
6.    Keterbukaan
7.    Keteladanan
8.    Tolong menolong
C. Masyarakat sebagai Sumber, Pelaku dan Pelaksana Pendidikan

Masyarakat merupakan sumber belajar, artinya banyak hal yang dapat diambil dari masyarakat untuk kepentingan pendidikan. Walaupun suatu masyarakat punah, tetapi peninggalan-peninggalan dari mereka masih dapat diambil, baik ilmunya, kebudayaannya, dan sebagainya. Peninggalan-pweninggalan tersebut tentu berguna bagi seorang sejarahwan atau arkeolog. Masyarakat dari berbagai tingkat maupun golongan dengan berbagai profesi dan keahlian, dengan berbagai suku, bangsa, adat istiadat dan agama, keberadaan dan aktivitas kehidupannya merupakan fenomena yang unik yang kompleks penuh dengan persoalan menarik yang menjadi sumber atau obyek pembelajaran bagi siapa saja yang mau mempelajarinya (Resbin L. Sihite, 2007:17).
Masyarakat juga sebagai pelaku pendidikan, artinya baik perorangan atau kelompok masyarakat bertindak selaku pembelajar. Pendidikan memang ditujukan kepada masyarakat sejak seorang manusia mulai dapat belajar sampai akhir hayatnya. Bentuk pendidikan yang dapat ditempuh oleh masyarakat dapat berupa pendidikan formal maupun nonformal. Hal ini mereka lakukan karena mereka memiliki rasa ingin tahu, sikap disiplin, dan memiliki daya juang yang tinggi. Pendidikan formal yang mereka tempuh mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan nonformal yang dapat mereka tempuh seperti kursus-kursus, lembaga pelatihan, majelis taklim, dan sebagainya.
Sebagai pelaksana pendidikan, masyarakat melakukan kegiatan penyelenggara dan pembina pendidikan serta sebagai pelaksana pendidikan. Penyelenggara dan pembina pendidikan bertugas membuat peraturan perundang-undangan, merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kebijakan pembinaan di bidang pendidikan. Tugas ini tentunya diemban oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Apa yang diatur oleh Depdiknas menjadi acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, walaupun ada peraturan ataupun kebijakan yang memang dilakukan oleh pihak propinsi atau kabupaten/ kota secara sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangannya. Hal ini mengingat pemberlakukan otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. Sedangkan pelaksana pendidikan melakukan tugas penyelenggaraan kegiatan proses belajar baik pada lembaga formal atau nonformal.
Dalam dua lembaga inilah baik penyelenggara maupun pelaksana pendidikan, masyarakat dapat terjun atau berpartisipasi mendarmabaktikan dirinya dalam dunia pendidikan.

D. Masyarakat sebagai Pengguna, Perencana dan Pengawas, serta Pengevaluasi Pendidikan

Lulusan pendidikan tentu akhirnya akan terjun ke masyarakat, dan masyarakatlah yang menjadi pengguna hasil pendidikan. Mereka akan menerapkan ilmu yang telah mereka peroleh di lembaga pendidikan itu di masyarakat. Mereka akan memasuki dunia kerja, dan yang menjadi pengguna tenaga kerja atau lulusan itu adalah masyarakat, baik pemerintah, pasar (industri) ataupun masyarakat lainnya. Di pemerintahan, mereka akan memasuki bidang pekerjaan eksekutif (menjalankan roda pemerintahan) atau legislatif (yang mengawasi pemerintah). Di dalam perusahaan, mereka secara garis besar akan memasuki bidang pekerjaan formal dan informal. Sedangkan di dalam dunia industri, mereka akan terjun baik industri barang ataupun jasa.
Dari uraian di atas nampak bahwa masyarakat baik pemerintah, industri, perusahaan dan sebagainya merupakan pengguna hasil pendidikan. Apabila hasil pendidikan tidak bermutu, maka yang akan menerima akibatnya itu adalah masyarakat juga. Untuk itu perlu kiranya ada kesesuaian antara program layanan pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. Untuk mendapatkan kesesuaian itu maka perlu pula kerja sama antara lembaga pendidikan dan masyarakat.
Yang dapat dilakukan masyarakat sebagai perencana pendidikan adalah dalam bentuk pemberian ide atau masukan pemikiran yang bermakna untuk mendukung bagi tersusunnya perencanaan yang baik. Keberadaan masyarakat agar berperan aktif sangat diharapkan baik dalam penyampaian informasi atau terlibat langsung dalam diskusi-diskusi penyusunan perencanaan yang sangat penting, sehingga tuntutan akan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja bersesuaian (link and match).
Untuk melaksanakan ini, nampaknya keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sangat diperlukan. Dewan Pendidikan baik di tingkat kabupaten/kota, propinsi atau nasional diharapkan dapat menjadi wadah untuk menyerap aspirasi masyarakat yang menjadi bahan dalam penyusunan kebijakan strategis dan operasional. Begitu pula kehadiran komite sekolah diharapkan akan memberikan masukan dalam penyusunan program-program teknis di tingkat sekolah.
Pengawasan pendidikan yang dikakukan oleh masyarakat dimaksudkan untuk pengendalian agar pelaksanaan program dapat terjamin sesuai dengan perencanaan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Permasalahannya adalah sejauh mana Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah bekerja sebaik-baiknya dalam menyalurkan aspirasi masyarakat tersebut.
Evaluasi program pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana ketercapaian program dan manfaat program bagi pencapaian tujuan pendidikan Sehubungan dengan itu masyarakat baik orang tua atau pengguna lulusan tersebut hendaknya memberikan masukan dalam evaluasi tersebut. Salah satu conto pengukuran itu adalah berapa banyak lulusan suatu sekolah diterima di perguruan tinggi atau berapa banyak yang diterima di dunia kerja.



E. Fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab XV Bagian Ketiga Pasal 56 ayat 1-4 dikemukakan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah sebagai berikut.
•    Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
•    Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
•    Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
•    Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud ayat 1, 2 dan 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Selain itu peranan komite sekolah adalah sebagai berikut (Trimo, 2008:2).
Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
•    Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan,
•    Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
•    Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan (Kepmendiknas no. 044/U/2002).
BAB III

                                                                       PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan adalah aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan tujuan untuk memajukan pendidikan dengan cara memberikan bantuan dana, pemikiran, pengawasan, pengevaluasi, perencana, serta pelaksana, pengguna pendidikan dan sebagai sumber belajar. Masyarakat dapat melakukan partisipasi dalam pendidikan baik melalui jalur organisasi perusahaan, dewan pendidikan, komite sekolah atau apa saja asalkan dalam rangka perbaikan mutu pendidikan.

B. Saran

Kepada masyarakat agar dapat memberikan sumbangsihnya terhadap dunia pendidikan baik yang tergabung dalam organisasi perusahaan, dewan pendidikan, komite sekolah atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya sehingga percepatan pertumbuhan dan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia akan nampak dan membuahkan hasil yang juga untuk masyarakat itu sendiri.

Kamis, 03 Januari 2013


bagi guru-guru yang ingin menambah materi pendidikan panca sila silahkan klik Disini

PENCERMINAN 2


Definisi:
Suatu transformasi T adalah suatu isometri jika untuk setiap pasang titik P, Q berlaku P’Q’ = PQ dengan P’ = T(P) dan Q’ = T(Q).

Teorema:
Setiap refleksi pada garis adalah suatu isometri.
Jadi kalau A’ = Ms(A), B’ = Ms(B) maka AB = A’B’.
Bukti:
Ambil Semarang A, B, A’, B’  V dengan Ms(A) = A’ dan Ms(B) = B’.
Akan ditunjukkan A’B’ = AB.
Kasus I
Jika A, B   S maka Ms(A) = A’ = A dan Ms(B) = B’ = B.
Jadi AB = A’B’   Ms(A)Ms(B) = AB.
Kasus II
Jika A   S, B   S dan Ms(A) = A’ = A dan Ms (B) = B’
Akan ditunjukkan AB = A’B’
Perhatikan
AC = AC (berimpit)
  (karena siku-siku)
BC = B’C (karena S sumbu simetri)
Menurut teorema karena   mempunyai sifat S Sd S yang sama, maka  .
Jadi AB = A’B’.
Kasus III
Jika A, B   S dan Ms(A) = A’, Ms(B) = B’.
Akan ditunjukkan AB = A’B’
Perhatikan  .
DC = DC (berimpit)
  (karena siku-siku)
BC = B’C (karena S sumbu simetri)
Menurut teorema karena   mempunyai sifat S Sd S yang sama maka  .
Jadi BD = B’D dan  .
Karena   dan   (900)
Maka
Perhatikan
AD = A’D (berimpit)
  (dari pernyataan 1)
DB = DB’ (diketahui)
Menurut teorema karena   mempunyai sifat S Sd S yang sama maka  .
Jadi AB = A’B’.

SOAL LATIHAN

SOAL LATIHAN
T adalah sebuah transformasi yang ditentukan oleh T(P)=(x-5,y+3) untuk semua titik P(x,y) V. selidiki apakah T suatu isometri??
Sebuah transformasi T didefinisikan untuk semua titik P(x,y) sebagai T(P)=(2x, y-1). Selidiki apakah T suatu isometric??
Diketahui sebuah garis g. T sebuah fungsi yang didefinisikan untuk setiap titik P pada bidang V sebagai berikut:
Jika Pg maka T(P)=P
Jika Pg maka T(P)=P’, sehinggaP’ adalah titik tengah ruas garis orthogonal dari P ke g.
Apakah T suatu transformasi?
Apakah T suatu isometric??
Diketahui titik-titik A=(1,-1), B=(4,0), C=(-4,1) dan D=(-2,k). apabila T suatu isometric sehingga T(A)=C dan T(B)=D. Tentukanlah k!



Dipunyai T(P) = (x-5, y+3)
P = (x, y)   V
Ditanya: Selidiki apakah T suatu isometri?
Jawab: Akan ditunjukkan apakah T suatu isometri.
Menurut definisi, T suatu isometri jika P1, P2   V maka P1‘P2’ = P1P2
Ambil sebarang titik P1, P2  V dengan P1=(x1,y1) dan P2=(x2,y2)
T(P1) = P1’ = (x1-5, y1+3)
T(P2) = P2’ = (x2-5, y2+3)


Maka P1‘P2’ = P1P2.
karena P1‘P2’ = P1P2, maka T suatu isometri.

Apa syarat tersebut dapat diperluas?
Jawab:
Ambil sebarang titik P1, P2  V dengan P1=(x1,y1) dan P2=(x2,y2)
T(P1) = P1’ = (x1 + a, y1 +b)
T(P2) = P2’ = (x2 + a, y2 + b)


Diperoleh P1‘P2’ = P1P2.
Karena P1‘P2’ = P1P2, maka T suatu isometri.
Jadi sifat tersebut dapat diperluas secara umum.

Sebuah transformasi T didefinisikan untuk semua titik P(x,y) sebagai T(P)=(2x,      y-1), Selidiki apakah T suatu isometri?
Bukti:
Pikirkan sebarang titik P,Q V dengan P=(Xp,Yp) dan Q=(Xq,Yq)
Menurut definisi

Menurut definisi   dan  


 
Jelas  ≠
Jadi transformasi T tidak mengawetkan jarak
Jadi T bukan isometri.

Diketahui sebuah garis g. T sebuah fungsi yang didefinisikan untuk setiap titik P pada bidang V sebagai berikut:
Jika Pg maka T(P) = P
Jika P  maka T(P) = P’ sehingga P’ adalah titik tengah ruas garis orthogonal dari P ke g.
Apakah T suatu transformasi?
Apakah T suatu isometri?
Apabila ada dua titik A dan B sehingga A’B’ = AB dengan A’ = T(A), B’= T(B), apakah dapat anda katakan tentang A dan B’?:
Jawab:
Ditunjukkan T suatu transformasi
Ditunjukkan T surjektif
Pikirkan sebarang titik P’V
Jika P’ g jelas  PVg  T(P)=P’
Oleh karena V bidang euclide maka ada P tunggal dengan P’ px dengan P’ adalah titik tengah px  dan P’ adalah satu-satuny titik tengah px
Jadi  P’V memiliki prapeta
Jadi T surjektif
Ditunjukkan T injektif
Pikirkan sebarang titik P,QV dengan P≠Q
 P≠Q

Pg, Qg. jelas ruas garis orthogonal p ke g tidak sama dengan ruas garis orthogonal Q ke g.
Ditunjukkan P ≠Q=> T(P)≠T(Q)
Andaikan T(P)=T(Q)
Maka T(P) adalah titik tengah ruas garis orthogonal Q ke g dan P ke g dan T(Q) adalah titik tengah ruas garis orthogonal P ke g dan Q ke g
Titik tengah adalah tunggal untuk masing-masing ruas garis.
Ruas garis orthogonal P ke g berpotngan dengan ruas garis orthogonal Q ke g.
Ruas garis orthogonal hanya dapat ditarik sebuah garis dari suatu titik .
Jadi P = Q
Kontradiksi dengan P≠Q
Haruslah P≠Q => T(P) ≠T(Q)
Jadi T injektif
Dapat disimpulkan T suatu transformasi
Ditunjukkan T suatu isometri
Pilih Pg dan Q
Jelas T(P)=P dan T(Q)=Q’≠P
Jelas T(Q)=Q’ dengan Q’ adalah titik tengah
ruas garis orthogonal dari Q ke Q’
Jelas PQ≠P’Q’=PQ’
Jadi T bukan Isometri
T isometri jika
Ag, Bg
A ,B
Jadi AB = A’B’ jika
Ag, Bg
A ,B